Setelah heboh flu burung kini ada virus lain yang masuk ke Indonesia dan sudah membuat heboh negeri jiran seperti Singapura dan Vietnam. Namanya, Enterovirus 71 atau EV71. Nama awam virus ini disebut penyakit kulit dan mulut. Gejala pada penderita terlihat dari demam tinggi, kulit melempuh, bisul-bisul dan bintil-bintil merah di kulit. Pada penderita akut bisa merusak sistem saraf dan menyebabkan radang otak. Penularannya melalui air liur, tapi tak ada kaitannya dengan penyakit kuku dan mulut pada binatang.
Virus ini bikin heboh di China karena telah menginfeksi 11.905 anak-anak memakan korban jiwa 26 bocah. Akibat dari itu pemerintah China telah mengenakan hukuman kepada lima dokter dan lima pejabat lokal karena dianggap salah dalam menangani para korban EV71.
Di Indonesia, Menteri Kesehatan Fadilah Supari mengakui EV71 sudah masuk namun jumlah penderita sangat kecil dan masih dugaan. Jadi belum katagori wabah. Pernah terdata pada tahun 2006 satu anak sekolah swasta dicurigai terinfeksi EV71. Penularannya berhasil dicegah dengan meliburkan sekolah tersebut selama 3 minggu. Soal ada tiga pasien RSCM yang dicurigai terinfeksi virus ini, juga belum jelas.
Menghadapi virus ini, Depkes melalui jajarannya di lapangan dalam melakukan antisipasi baru pada tahap sosialisasi untuk mencegah penularan. Belumlah pada upaya mempersiapkan vaksin untuk imunisasi. Dan penularan virus ini melalui air liur. Jadi nasehat Depkes sederhana saja, “jangan meludah sembarangan”.
Mengimbau jangan meludah sembarangan kedengarannya sangatlah gampang. Tapi melaksanakannya? Luar biasa sulit karena faktor prilaku. Buang sampah sembarangan saja masih ditemukan di mana-mana kendati ada peraturan daerahnya dan sanksi hukumnya. Apalagi sekadar membuang ludah sembarangan?
Sesungguhnya demi terwujudnya masyarakat sehat, perkara EV71 janganlah dianggap sederhana oleh petinggi Depkes. Kendati di Indonesia belumlah mewabah, tapi contoh di China sudah terbukti, 26 bocah meninggal karena terinfeksi virus ini.
Apalagi kondisi lingkungan di sini banyak yang kotor dan amburadul. Kemiskinan yang membuat orang mengabaikan kebersihan mendukung subur-makmurnya kehidupan virus. Realita menunjukkan betapa kalang-kabutnya menghadapi serangan demam berdarah. Padahal demam berdarah penyakit yang biasa datang dan pergi. Betapa kurang siapnya ketika flu burung menyerbu, hingga negeri ini memegang rekor korban meninggal terbanyak.
Oleh karena itu, janganlah meremehkan EV71 karena dunia sudah memberi peringatan. Pemerintah harus siap siaga, ibarat menghadapi serbuan musuh. Menyiapkan vaksinnya, menyiapkan obat yang tepat, meningkatkan sosialisasinya, meningkatkan kesehatan masyarakatnya supaya tidak terjadi seperti di China.
Virus ini bikin heboh di China karena telah menginfeksi 11.905 anak-anak memakan korban jiwa 26 bocah. Akibat dari itu pemerintah China telah mengenakan hukuman kepada lima dokter dan lima pejabat lokal karena dianggap salah dalam menangani para korban EV71.
Di Indonesia, Menteri Kesehatan Fadilah Supari mengakui EV71 sudah masuk namun jumlah penderita sangat kecil dan masih dugaan. Jadi belum katagori wabah. Pernah terdata pada tahun 2006 satu anak sekolah swasta dicurigai terinfeksi EV71. Penularannya berhasil dicegah dengan meliburkan sekolah tersebut selama 3 minggu. Soal ada tiga pasien RSCM yang dicurigai terinfeksi virus ini, juga belum jelas.
Menghadapi virus ini, Depkes melalui jajarannya di lapangan dalam melakukan antisipasi baru pada tahap sosialisasi untuk mencegah penularan. Belumlah pada upaya mempersiapkan vaksin untuk imunisasi. Dan penularan virus ini melalui air liur. Jadi nasehat Depkes sederhana saja, “jangan meludah sembarangan”.
Mengimbau jangan meludah sembarangan kedengarannya sangatlah gampang. Tapi melaksanakannya? Luar biasa sulit karena faktor prilaku. Buang sampah sembarangan saja masih ditemukan di mana-mana kendati ada peraturan daerahnya dan sanksi hukumnya. Apalagi sekadar membuang ludah sembarangan?
Sesungguhnya demi terwujudnya masyarakat sehat, perkara EV71 janganlah dianggap sederhana oleh petinggi Depkes. Kendati di Indonesia belumlah mewabah, tapi contoh di China sudah terbukti, 26 bocah meninggal karena terinfeksi virus ini.
Apalagi kondisi lingkungan di sini banyak yang kotor dan amburadul. Kemiskinan yang membuat orang mengabaikan kebersihan mendukung subur-makmurnya kehidupan virus. Realita menunjukkan betapa kalang-kabutnya menghadapi serangan demam berdarah. Padahal demam berdarah penyakit yang biasa datang dan pergi. Betapa kurang siapnya ketika flu burung menyerbu, hingga negeri ini memegang rekor korban meninggal terbanyak.
Oleh karena itu, janganlah meremehkan EV71 karena dunia sudah memberi peringatan. Pemerintah harus siap siaga, ibarat menghadapi serbuan musuh. Menyiapkan vaksinnya, menyiapkan obat yang tepat, meningkatkan sosialisasinya, meningkatkan kesehatan masyarakatnya supaya tidak terjadi seperti di China.
reff: pos kota