KANKER NAFOSARING
Sekitar 70% benjolan yang ditemui pda leher bagian atas adalah proses lanjut dari kanker nafosaring. Namun masyarakat mungkin jarang mendengar kanker jenis tersebut. Kanker nafosaring merupakan salah satu tumor ganas pada daerah tenggorok. Angka kejadian cukup tinggi dikawasan Asia Tenggara, paling banyak diderita oleh ras Cina.
Diduga kebiasaan hidup dinegeri sana dimana sebagian besar penduduk mengonsumsi ikan asin dalam waktu cukup lama yang dapat mencetuskan pembentukan sel kanker. Di Indonesia termasuk urutan ke – 4 terbanyak setelah kanker leher rahim, payudara, dan kulit. Penderitanya kebanyakan berusia 40-60 tahun dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2,5 : 1.
Seperti kebanyakan kanker lainnya penderita baru memeriksakan diri bila sudah muncul benjolan di tubuhnya. Sehingga saat memeriksakan dirinya, dokter memvonis sudah stadium lanjut.
Jarang penderita memeriksakan dirinya pada stadium awal. Hal ini dapat dimaklumi,karena sedikit memang orang yang mengetahui seperti apa keluhan yang dapat memunculkan dugaan adanya kanker nafosaring. Selain keluhan benjolan pada leher. Sehingga penting bagi masyarakat untuk mengetahui mengenai keluhan atau tanda-tanda apa saja yang mungkin dialami bila seseorang mengalami kanker nafosaring.
PENYEBAB KANKER NAFOSARING
Penyebab kanker nafosaring saat ini belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa ahli mengatakan penyebab utama merupakan iritasi kronik,namun ada ahli yang berpendapat penyebabnya adalah asap, bak asap rokok, atau dari sisa pembakaran lainnya. Selain itu juga ditemukan virus Epstin Barr memegang peranan penting timbulnya kanker nafosaring. Virus ini dapat diperantai oleh beberpaa faktor pencetus lainnya, diantaranya adalah nitrosamin yang banyak terdapat pada ikan asin, ventilasi lingkungan yang kurang baik / kelembaban lingkungan yang lebih tinggi, kontak dengan zat-zat karsinogen pada pabrik kimia, genetik ( ras/keturunan) dan peradangan yang kronis. Dengan demikian penting untuk menghindari faktor-faktor perantara tersebut, terutama bagi mereka yang memiliki keturunan kanker nafosaring.
GEJALA KANKER NAFOSARING
Pada karsinoma nafosaring sering kali muncul gejala-gejala sekunder yang umum di tempat lain/diluar tenggorok yang menimbulkan keluhan sebelum massa dari tumornya itu sendiri tampat secara kasat mata dari luar sebagai benjolan pada leher.
Sehingga sering kali saat pasien mengeluhkan gejala umum tersebut dokter luput terhadap adanya kemungkinan kanker nafosaring stadium awal karena belum terlihat adanya benjolan pada leher dari luar. Gejala awal yang tidak khas tersebut sehingga kanker nafosaring sulit didiagnosis pada stadium. Gejala umum yang sering dikeluhkan pada stadium awal berupa keluhan pada telinga maupun keluhan pada hidung. Keluhan pada telinga berupa kurang pendengaran, telinga tersa penuh seperti terisi air, berdengung, gemrebeg, dan kadang pada nyeri. Sedangkan keluhan pada hidung terasa buntu. Gejala awal tersebut mudah dan penting untuk diketahui bahwa andanya benjolan pada leher menunjukkan suatu proses yang sudah lanjut. Sudah terjadi penyebaran (metastasis) ke kelenjar –kelenjar di daerah leher.
Gejala lain yang sering pula ditemukan bila sudah terjadi penyebaran bisa berupa keluha di luar tenggorok, seperti penglihatan terasa dobel, hingga buta. Kulit didaerah pipi dan hidung kurang sensitif terhadap rasa sentuhan, nyeri kepala atau pusing. Keluhan didalam tenggorok sendiri ditemukan kesulitan menelan akibat massa tumor yang sudah membesar.
DIAGNOSIS KANKER NAFOSARING
Diagnosis standar untuk memastikan adanya kanker nafosaring dilakukan melalui tanda-tanda secara klinis, yang telah disebutkan beberapa diatas. Disertai dengan pemeriksaan laboratorium khusus ( Patologi anatomi) terhadap jaringan kanker.
TERAPI
Pengobatan tertua dan terbaik yang dikenal operasi pengangkatan jaringan yang mengandung sel-sel kanker. Biasanya pengangkatan tidak hanya dilakukan pada masa tumor utamanya saja. Anmun juga sedikit jaringan normal disekitarnya serta kelenjar limfe yang bersangkutan juga akan dibuang ( wide excision). Hal tersebut untuk mengurangi resiko kekambuhan dari tumor dan penyebaran ke kelenjar limfe sekitarnya. Biasanya pembedahan ini disertai dengan penyinaran ( radiasi) yang juga ditujukan untuk membunuh sel – sel kanker. Namun pada stadium lanjut dimana sel-sel kanker sudah mengalami penyebaran ke organ-organ tubuh yang jauh (misalnya paru-paru ) tidaklah mungkin lagi diangkat satu persatu, sehingga diperlukan obat ( kemoterapi) yang akan beredar didalam darah sebagai terapi tambahan ( adjuvant) untuk membunuh sel-sel kanker tersebut.
Dr. Sumadi , SP THT-KL ( RSI Sultan Agung Semarang)
Reff : Suara Merdeka 080612